Translate

Resume


 PSIKOLOGI PENDIDIKAN

A.    Pengertian psikologi pendidikan
1.      Pengertian psikologi
Istilah psikologi berasal dari bahasa inggris “ psychology”. Istilah psychology sendiri berasal dari kata Yunani “psyche”, yang dapat diartikan sebagai roh, jiwa atau daya hidup dan “logos” yang dapat diartikan ilmu. Jadi, secara harfiah psikologi berarti ilmu jiwa. Pengertian tingkah laku dalam batasan ini mempunyai arti luas, meliputi tingkah laku nyata (terbuka;eksplisit) dan tingkah laku tak nyata (tertutup;simplisit). Dengan faktor lingkungan adalah segala faktor yang ada di luar individu, yang mempunyai hubungan bermakna bagi tingkah laku itu.
Psikologi seringkali menyamakan pengetahuan dengan ilmu pengetahuan. Padahal keduanya tidak benar, miskipun ilmu pengetahuan itu disusun dari pengetahuan. Jadi, pengetahuan itu belum tentu merupakan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, jika disebut kata psikologi sebelum masa itu, diartikan sebagai pemikiran tentang jiwa atau sebagai pengetahuan. Untuk menjadi ilmu pengetahuan yang otonom, pengetahuan itu harus memenuhi syarat-syarat sekurang-kurangnya lima syarat, yaitu: mempunyai objek dan pembatasan objek, mempunyai metode, mempunyai sistem, mempunyai sifat universal, dan dapat dibuktikan. Psikologi merupakan ilmu pengetahuan yang masih mudah usianya.
2.      Pengertian pendidikan
Menurut kamus besar bahasa indonesian(Syah, 1997/ hal.10). pendidikan berasal dari kata “didik” yang mendapat awal me sehingga menjadi “mendidik” artinya memelihara dan memberi latihan. Dalam memelihara dan memberi latihan diperlukan adanya ajaran, tuntunan, dan pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Pendidikan ialah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan.
Sedangka menurut Mcleod (Syah, 1997/ hal.10). dalam bahasa inggris education (pendidikan) berasal dari kata educate (mendidikan)artinya memberikan peningkatan (to elicit, to give rise to), dan mengembangkan (to evolve, to develop). Dalam pengertian tang sempit, education atau pendidikan berarti perbuatan atau proses perbuatan untuk memperoleh pengetahuan.
3.      Pengertian psikologi pendidikan
Psikologi Pendidikan adalah ilmu yang mempelajari bagaimana manusia belajar dalam pendidikan pengaturan, efektivitas intervensi pendidikan, psikologi pengajaran, dan psikologi sosial dari sekolah sebagai organisasi. Psikologi pendidikan berkaitan dengan bagaimana siswa belajar dan berkembang, dan sering terfokus pada sub kelompok seperti berbakat anak-anak dan mereka yang tunduk pada khusus penyandang cacat .
Menurut Muhibin Syah (2002), pengertian psikologi pendidikan adalah sebuah disiplin psikologi yang menyelidiki masalah psikologis yang terjadi dalam dunia pendidikan. Sedangkan menurut  ensiklopedia amerika, Pengertian psikologi pendidikan adalah ilmu yang lebih berprinsip dalam proses pengajaran yang terlibat dengan penemuan – penemuan dan menerapkan prinsip – prinsip dan cara untuk meningkatkan keefisien di dalam pendidikan.
Sedangkan menurut  Witherington, Pengertian Psikologi pendidikan adalah  studi sistematis tentang proses-proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan pendidikan manusia. Tardif (dalam Syah, 1997: 13) juga mengatakan bahwa Pengertian Psikologi Pendidikan adalah sebuah bidang studi yang berhubungan dengan penerapan pengetahuan tentang perilaku manusia untuk usaha-usaha kependidikan.
Dari beberapa pendapat tentang psikologi pendidikan, dapat di simpulkan  bahwa Pengertian Psikologi Pendidikan adalah ilmu yang mempelajari  tentang perilaku manusia di dalam dunia pendidikan yang meliputi  studi sistematis tentang proses-proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan pendidikan manusia yang tujuannya untuk mengembangkan dan meningkatkan keefisien di dalam pendidikan.

B.     Sejarah perkembangan psikologi pendidikan
Seperti yang telah diketahui sebelumya, psikologi pendidikan adalah cabang psikologi. Karena psikolgi sebagai ilmu pengetahuan masih muda usianya, maka psikologi pendidikan sebagai cabangnya lebih-lebih masih muda usianya. Berhubung dengan itu, ia masih dalam proses perkembangan; di sana sini masih banyak problem yang masih memerlukan pemecahannya; masih banyak hal-hal yang masih perlu pengembangannya.
Akan tetapi, walaupun ditinjau dari segi ilmu pengetahuan usianya masih sangat muda, akan tetapi pemikirannya (dalam arti yang menyangkut pendidikan dan problem jiwa) telah dipikirkan oleh orang sejak dahulu kala. Demikianlah misalnya, sampai ada yang mengatakan bahwa saat timbulnya yang mula-mula tentang psikologi pendidikan dapat diikuti jejaknya kembali pada Aristoteles. Bahwa Aristoteles sebagai seorang filsuf telah menyusun periode-periode perkembangan anak, sifat-sifat anak menurut periode dan bentuk pendidikan yang perlu diselenggarakan sesuai dengan periode-periode itu. Walaupun demikian, tentu saja pemikirannya baru merupakan pemikiran secar filsafat, belum merupakan pemikiran psikologi pendidikan.
Upaya-upaya yang bersifat semi ilmiah dipelopori oleh para pendidik, seperti Pestalozzi, Herbart, Frobel dan sebagainya. Mereka itu sering dikatakan sebagai pendidik yang mempsikologikan pendidikan, yaitu dalam wujud upaya memperbaharui pendidikan dengan melalui bahan-bahan yang sesuai dengan tingkat usia, metode yang sesuai dengan bahan yang diajarkan dan sebagainya, dengan mempertimbangkan tingkat-tingkat usia dan kemampuan anak didik. Pestalozzi misalnya, dengan upayanya itu kemudian sampai pula pada pola tujuan pendidikannya, yang disusun dengan “bahasa” psikologi pendidikan; dikatakan olehnya bahwa tujuan pendidikan adalah tercapainya perkembangan anak yang serasi mengenai tenaga dan daya-daya jiwa. Adapun Frobel Menyatakan bahwa tujuan pendidikan adalah terwujudnya kepribadian melalui perkembangan sendiri, akativitas dan kerja sama social dengan semboyan “belajar sambil bekerja”. Herbart bahkan telah menyusun pola rangkaian cara menyampaikan bahan pelajaran, berturut-turut: persiapan, penyajian, asosiasi, generalisasi dan aplikasi. Tentu saja sifat dan luasnya usaha yang mereka hasilkan dan sumbangkan sesuai dengan zamannya, yaitu bahwa psikologi sebenarnya pada zaman itu belum berdiri sebagai ilmu pengetahuan yang otonom.
Akhir abat 19 penelitian-penelitian dalam lapangan psikologi pendidikan secara ilmiah sudah semakin maju. Di Eropa Ebbinghaus mempelajari aspek daya ingatan dalam hubungannya dengan proses pendidikan. Dengan penelitiannya itu misalnya terkenallah Kurve Daya Ingatan, yang menggambarkan, bahwa kemampuan mengingat mengenai sejumlah objek kesan-kesannya semakin lama semakin berkurang (menurun), akan tetapi tidaklah hilang sama sekali.
Pada awal abad 20 pemerintah Prancis merasa perlu untuk mengetahui prestasi belajar para pelajar, yang dirasa semakin menurun. Pertanyaannya yang ingin dijawap, apakah prestasi belajar itu semata-mata hanya tergantung pada soal rajin dan malasnya si pelajar, ataukah ada factor kejiwaan atau mental yang ikut memegang peranan. Maka untuk memecahkan problem itu ditunjuklah seorang ahli psikologi yang bernama Alfred Binet, Dengan bantuan Theodore Simon, mereka menyusun sejumlah tugas yang terbentuk dalam sebuah tes baku untuk mengetahui inteligensi para pelajar. Tes ini kemudian dikenal dengan tes Inteligensi. Tes inteligensi Binet-Simon ini sangat terkenal, yang kemudian banyak dipakai di Amerika Serikat, yang di negri itu mengalami revisi berkali-kali untuk mendapat tingkat kesesuaiannya dengan masyarakat atau orang-orang Amerika. Di antara para ahli yang mengambil bagian dalam revisi-revisi itu misalnya : Stern, Terman, Merril dan sebaagainya.
Perlu juga diketahui, bahwa laboratorium ciptaan Wundt di Leipzig juga tidak hanya melakukan aktivitas penelitian yang bersifat “psikologi umum”, melainkan juga memegang peranan dalam psikologi pendidikan. Banyak orang Amerika yang belajar di Leipzig kepada Wundt. Akibatnya setelah mereka mengembangkan psikologi itu di negaranya, termasuk psikologi pendidikan. Terkenallah psikologi pendidikan di Amerika misalnya Charles H. Judd, E.L. Thorndike, B.F. Skinner dan sebagainya. Orang-orang ini sangat besar pengaruhnya terhadap pendidikan di Amerika Serikat. Terutama E.L. Thorndike, sehingga ia dipandang sebagai Bapak Psikologi Pendidikan di Amerika Serikat. Menurut seorang pakar psikiatri dan psikologi Amerika Serikat yang bernama Perry London, yang telah meneliti tentang penggunaan jasa psikologi di Amerika Serikat, yang menggunakan jasa psikologi bagi lapangan-lapangan tertentu adalah : 25% merupakan para pendidik, 25% ahli psikologi klinis dan konsultan, 16% merupakan para peneliti psikologi sendiri, sedang yang 34% tersebar pada lapangan atau pakar yang lain.
Di Indonesia psikologi pada umumnya dan psikologi pendidikan pada khususnya sedang dalam proses perkembangan yang cepat. Pada mata pelajaran, misalnya di sekolah calon guru (HK, HIK, Hoofd Acted an sebagainya). Setelah merdeka dan dengan berdirinya Fakultas Psikologi di beberapa Universitas serta berdirinya FKIP atau IKIP di berbagai kota, maka psikologi pada umumnya atau psikologi pendidikan khususnya, tidak hanya dipelajari sebagai mata kuliah, melainkan juga diteliti sebagai ilmu pengetahuan. Hal ini memang amat perlu, karena psikologi atau psikologi pendidikan yang didasarkan penelitiannya pada orang-orang barat belum tentu sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia.
Tokoh-tokoh penting di balik perkembangan Psikologi Pendidikan
1.      Wiliam James. Dia adalah seorang filsuf dari Amerika Serikat, yang terkenal sebagai salah seorang pendiei Mazhab Paragmatisme. Selain sebagai filsuf, James juga terkenal sebagai seorang psikolog. Ia dilahirkan di New York pada tahun 1842. Setelah belajar ilmu kedokteran di univ Harvard, ia belajar psikologi di Jerman dan Prancis. Kemudian ia mengajar di universitas Havard untuk bidang anatomi, fisiologi, psikologi, dan filsafat, hingga tahun 1907. Tak lama setelah meluncurkan buku ajar psikologi yang pertamanya, principles of psichology, Wiliam James memberikan serangkaian kuliah yang bertajuk “talks to teacher”. Dalam kuliah ini dia mendiskusikan aplikasi psikologi untuk mendidik anak. James mengatakan bahwa eksperimen psikologi di laboratorium sering kali tidak bisa menjelaskan kepada kita bagaimana cara mengajar anak secara efektif. Dia menegaskan pentingnya mempelajari proses belajar dan mengajar di kelas guna meningkatkan mutu pendidikan. Salah satu rekomendasinya adalah mulai mengajar pada titik yang sedikit lebih tinggi di atas tingkat pengetahuan dan pemahaman anak dengan tujuan memperluas cakrawala pemikiran anak.
2.      John Dewey. Dia adalah seorang filsuf dari Amerika Serikat, yang termasuk Mazhab Pragmatisme. Selain sebagai filsuf, Dewey juga dikenal sebagai kritikus sosial dan pemikir dalam bidang  pendidikan.  Dewey dilahirkan di Burlington pada tahun 1859. Setelah menyelesaikan studinya di Baltimore, ia menjadi guru besar dalam bidang filsafat dan kemudian dalam bidang pendidikan pada beberapa universitas. Sepanjang kariernya, Dewey menghasilkan 40 buku dan lebih dari 700-an artikel. Dia menjadi motor penggerak untuk mengaplikasikan psikologis di tingkat praktis. Banyak ide penting lahir dari pemikiran John Dewey. Pertama, kita mendapatkan pandangan tentang anak-anak sebagai pembelajar aktif. Pemikiran yang kedua dari Dewey adalah bahwa pendidikan seharusnya di fokuskan pada anak secara keseluruhan dan memperkuat kemampuan anak untuk beradaptasi dengan lingkungannya, ia percaya bahwa anak-anak seharusnya tidak hanya mendapat pelajaran akademik saja, tetapi juga harus di ajari cara untuk berpikir dan dan beradaptasi di luar sekolah sehingga anak-anak mampu memecahkan masalah secara reflektif.
3.      E.L Thorndike. Edward Lee “Ted” Thorndike (31 Agustus 1874 – 9 Agustus 1949) adalah seorang psikolog Amerika yang menghabiskan hampir seluruh karirnya di Teachers College, Columbia University. Dia adalah anggota dewan Corporation Psikologis, dan menjabat sebagai presiden American Psychological Association pada tahun 1912. Thorndike member banyak perhatian pada penilaian dan pengukuran serta perbaikan dasar-dasar belajar secara ilmiah. Thorndike berpendapat bahwa salah satu tugas pendidikan di sekolah adalah yang paling penting adalah menanamkan keahlian penalaran anak. Ia mengajukan gagasan bahwa psikologi pendidikan harus punya basis ilmiah dan harus berfokus pada pengukuran.
C.    Ruang lingkup psikologi pendidikan
Telah kita ketahui pada dasarnya ilmu jiwa pendidikan adalah sebuah disiplin psikologi yang khususnya memepelajari, meneliti, dan membahas seluruh tingkah laku manusia yang terlibat dalam proses pendidikan yang meliputi tingkah laku belajar (oleh siswa), tingkah laku mengajar (oleh guru), dan tingkah laku belajar mengajar (oleh guru dan siswa yang saling berinteraksi).
Inti persoalan psikologi dalam psikologi pendidikan tanpa mengabaikan persoalan psikologi guru, terletak pada siswa. Pendidikan pada hakikatnya adalah pelayanan khusus diperuntukan bagi siswa. Karena itu ruang lingkup pokok bahasan psikologi pendidikan selain teori-teori psikologi pendidikan sebagai ilmu, juga sebagai aspek psikologi para siswa khususnya ketika mereka terlibat dalam proses belajar dan proses belajar mengajar.
Smuel Smith yang dikutif dari Suryabrata (1984), menetapkan 16 topik bahasan yang dirincinya sebagai berikut :
1.      Pengetahuan tentang psikologi pendidikan
2.      Hereditas atau karakteristik pembawaan sejak lahir
3.      Lingkungan yang bersifat fisik
4.      Perkembangan siswa
5.      Proses-proses tingkah laku
6.      Pembawaan
7.      Hak dan ruang lingkup belajar
8.      Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar
9.      Hukum dan teori belajar
10.  Pengukuran, yakni prinsip-prinsip dasar dan batasan-batasan pengukuran/evaluasi
11.  Transfer belajar, meliputi mata pelajaran
12.  Sudut pandang praktis mengenai pegukuran
13.  Ilmu statistik dasar
14.  Kesehatan mental
15.  Kurikulum pendidikan sekolah dasar
16.  Kurikulum pendidikan sekolah menengah.
Menurut Crow & Crow secara eksplisit mengumukakan Psikologi pendidikan sebagai ilmu terapan berusaha untuk menerangkan masalah belajar menurut prinsip dan fakta mengenai tingkah laku manusia yang telah ditentukan secara ilmiah  adapun ruang lingkup psikologi pendidikan antara lain :
1.    Sampai sejauh mana faktor-faktor pembawaan dan lingkungan berpengaruh terhadap belajar
2.    Sifat-sifat dari proses belajar
3.    hubungan antara tingakat kematangan dengan kesiapan belajar (learning readiness)
4.    Signifikansi pendidikan terhadap perbedaan-perbedaan individual dalam  kecepatan dan keterbatasan belajar
5.    perubahan-perubahan jiwa (inner changes) yang terjadi selama proses belajar
6.    Hubungan antara prosedur-prosedur mengajar dengan hasil belajar
7.    Teknik-teknik yang sangat efektif bagi penilaian kemampuan dalam belajar
8.    Pengaruh atau akibat relatif dari pendidikan formal dibandingkan dengan pengalaman-pengalaman belajar yang insendental dan informal terhadap suatu individu
9.    Nilai atau sikap ilmiah terhadap pendidikan bagi personil  sekolah
10. Akibat atau pengaruh psikologis (psychological impact) yang ditimbulkan oleh kondisi-kondisi sosiologis terhadap sikap terhadap sikap para siswa
Sedangakan menurut Good and Brophy (1977) Ruang lingkup mencakup hal sebagai berikut :
1.    Hubungan antara psikologi dengan guru
2.    Manajemen kelas : Perkembangan dan sosialisasi anak kepemimpinan dan dinamika kelompok, modelling, reward, punishment, extinction. Hasil – hasil penelitian manajemen kelas, persiapan dan pelaksanaan pengajaran yang baik.
3.    Mengurai masalah belajar : pengertian, prinsip, perbedaan individu dalam belajar, model dan desain belajar dan prinsip pengajaran
4.    Pertumbuhan dan perkembangan dalam pendidikan: Prinsop dalam perkembangan fisik, kognitif, sosial dan kepribadian, kreativitas dan aplikasinya dalam pendidikan
5.    Motivasi : Pengertian, teori dan aplikasinya dalam pendidikan
6.    Evaluasi dalam belajar : pengertian, macam, cara menyusun, prosedur penilaian, monitoring kemajuan siswa, validiras dan realibilitas penggunaan statistik dalam pengolahan hasil tes.

D.    Metode yang digunakan dalam pengembangan pendidikan
Menurut H. Carl Wrtherington, dalam bukunya “Educational Psychology” bahwa metode-metode pokok dalam psikologi pendidikan adalah:
1.      Metode Experimental
Istilah eksperimen (percobaan) dalam psikologi, dapat diartikan sebagai suatu pengamatan secara teliti terhadap gejala-gejala jiwa yang kita timbulkan dengan sengaja. Hal ini dimaksudkan untuk menguji hipotesa pembuat eksperimen tentang reaksi-reaksi individu atau kelompok dalam situasi tertentu atau di bawah kondisi tertentu. Jadi, tujuan metode eksperimen adalah untuk mengetahui sifat-sifat umum dalam gejala kejiwaan.
Misalnya mengenai pikiran, perasaan, kemauan, ingatan, dan lain sebagainya. (Shalahuddin,1990:23) Kelebihan metode eksperimen adalah dapat melakukan pengontrolan secara ketat terhadap faktor-faktor/variabel-variabel yang diperkirakan dapat “mencemari dan mengotori” hasil penelitian.
Metode ini menggunakan suatu prosedur sistematik yang disebut sebagai eksperimental design (rancangan eksperimen). Rancangan ini memiliki dua pengertian:
Adanya langkah-langkah sistematik seperti langkah-langkah penelitian ilmiah:
·         Ada masalah (problem)
·         Kumpulan konsep/teori yang sesuai problem
·         Alternatif jawaban/hipotesis
·         Di uji secara empiris sesuai dengan data lapangan
·         kesimpulan dan generalisasi. (Prabowo & Puspitasari dalam Gunadarma,2002:12)
Menurut Robert E. Slavin dalam buku Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik, metode eksperimen dibagi menjadi dua, yaitu metode eksperimen laboratorium dan eksperimen lapangan yang diacak (Slavin,2008:21)
2.      Metode Questionare
Metode ini adalah suatu rangkaian pertanyaan yang berhubungan dengan topik-topik psikologis, sosial, pendidikan, dan lain sebagainya yang ditunjukkan atau diberikan kepada suatu kelompok  individu, dengan objek untuk memperoleh data dengan memperhatikan masalah-masalah tertentu yang kadang-kadang juga dipakai untuk tujuan-tujuan diagnostik atau untuk menilai ciri-ciri kepribadian.
Adapun keistimewaan metode ini antara lain adalah:
a.       Tidak terlalu memakan biaya.
b.      Bahwa dengan metode ini, dalam waktu yang relatif singkat dapat mengumpulkan data yang banyak.
c.       Adapun kelemahannya antara lain terletak pada kebenara jawaban yang kadang-kadang menyangsikan. (Shalahuddin,1990:25)
3.      Metode Klinis
Menurut James Drawer dalam kamus “The Penguin Dictionary of Psychology”, istilah “clinic” dapat diartikan sebagai tempat diagnosa dan pengobatan berbagai gangguan, fisik, perkembangan atau kelakuan. Dengan demikian metode klinis ialah jenis metode dalam psikologi yang berusaha menyelidiki sejumlah individu yang memiliki kelainan-kelainan secara teliti dan intensif serta dalam batas waktu yang lama. (Shalahuddin,1990:25)
Ada beberapa macam cara dalam metode klinis yang digunakan untuk menyelesaikan masalah:
-> Studi kasus klinis: digunakan untuk menyelesaikan masalah disamping kesukaran belajar, gangguan emosional, juga untuk masalah kenakalan remaja.
-> Studi kasus perkembangan: digunakan untuk mengetahui bagaimana jalannya perkembangan dari satu aspek ke aspek tertentu. Contohnya bagaimana perkembangan anak umur 6-9 tahun sehingga kita dapat menentukan metode pengajaran matematika yang tidak menimbulkan terlalu banyak kecemasan.
-> Cara longitudinal: Penelitian ini dilakukan secara terus menerus dalam janga waktu tertentu pada subjek yang sama, pada contoh di atas kita mengamati anak tersebut dalam jangka waktu 3 tahun (6-9 tahun).
-> Cara cross sectional: Penelitian ini dilakukan dengan cara memakai sampel-sampel yang mengawakili usia anak yang ingin diteliti (misal pada contoh di atas, kita menggunakan sekelompok anak usia 6;00 untuk mengetahui emosi anak usia 6;00, sekolompok anak usia 6;06 untuk mengetahui emosi anak usia 6;06, sekelompok anak usia 7;00 untuk mengetahui emosi anak usia 7;00, dan seterusnya sampai akhirnya kita ambil sampel dari sekelompok anak usia 9;00 untuk mengetahui emosi anak usia 9;00. Dari kelompok-kelompok tersebut dapat diambil kesimpulan perkembangan emosi setiap tingkat usia dapat disimpulkan perkembangan emosi anak usia 6;00 sampai 9;00. Prabowo & Puspitasari dalam Gunadarma,2002:10)
4.  Metode Case Study
Metode case study atau study kasus adalah suatu catatan tentang pengalaman seseorang, penyakit yang pernah diderita, pendidikan, lingkungan, perawatan dan pada umumnya juga semua fakta yang relevan untuk masalah-masalah tertentu yang tersangkut dalam suatu kasus medis atau klinik.
Metode ini dapat berhasil dengan baik apabila observasi dan pencatatan-pencatatan data-datanya dilakukan dengan sebaik-baiknya. Adapun yang di observasi dan dicatat adalah data tingkah lakunya bukan interpretasi dari kelakuan tersebut. (Shalahuddin,1990:26)
5.  Metode Introspeksi
Merupakan metode penelitian dengan cara melakukan pengamatan ke dalam diri sendiri yaitu dengan melihat keadaan mental pada waktu tertentu.Metode ini dipakai dan dikembangkan dalam disiplin psikologi oleh kelompok strukturaklisme (Wilhem Wundt).
Mereka mendefinisikan psikologi sebagai ilmu yang mempelajari tentang pengalaman-pengalaman sadar individu. Menurut mereka introspeksi dapat dipakai untuk mengetahui proses mental yang sedang berlangsung pada diri seseorang, sebagaimana pikiran, perasaan, motif-motif yang ada pada dirinya pada waktu tertentu. Disini individu mengamati proses mental, menganalisis, dan kemudian melaporkan perasaan yang ada dalam dirinya. (Prabowo & Puspitasari dalam Gunadarma,2002:9)
DAFTAR PUSTAKA
Admin. 2010. Pengertian psikologi pendidikan. Tersedia pada http://www.psikologi pendidikan _belajar psikologi. Com. Htm. Diakses pada tanggal 29 september 2012
Abror, Rachman. 2011. Sejarah perkembangan psikologi pendidikan. Tersedia pada Http://blogspotsejarahsingakatpsikologipendidikan. Diakses pada tanggal 29 september 2012  
Hadi rachmatullah. 2012. Metode-metode dalam psikologi pendidikan. Tersedia pada Http://metode-metode dalam psikologi pendidikan. Htm.  Diakses pada tanggal 29 september 2012
Ahmadi, H. Abu dan Supriyono Widodo. 2012. Psikologi pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta.


By : Deti Fitriyani

Tidak ada komentar:

Posting Komentar